Perkenalkan namaku Lina, seorang ibu rumah tangga yang baru berumur 26 tahun. Suamiku, Jonny, adalah seorang wiraswasta yang sudah cukup sukses di umurnya yang baru menginjak 30 tahun. Aku yang tidak diperbolehkan bekerja, setelah menikahi Jonny, memilih menghabiskan waktu di tempat fitness.
Berkat itu pula aku bisa membentuk tubuh yang bisa membuat semua laki-laki menoleh. Jonny sebagai suami yang baik mampu membuat hidup kami lebih dari cukup. Sewaktu kami menikah, dia membeli sebuah rumah di kawasan elite untuk kami. Setelah 1 tahun, kami juga membeli beberapa rumah di tempat lain yang kami kontrakkan. Karena bisnis suamiku yang semakin meroket, suamiku semakin sering pergi ke luar kota.
Praktis meninggalkan aku sendirian di rumah ketika malam hari, karena pembantu hanya bisa bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 4 sore. Jonny akhirnya menyewa seorang satpam rekomendasi Nuri, pembantu kami, untuk berjaga di rumah. Maklum, meskipun perumahan elite, tetapi perumahan ini sepi sekali dan jarak satu rumah ke rumah lain relatif jauh.
Aku sebenarnya agak senang dgn kehadiran satpam baru yg bernama Yanto itu. Pernah beberapa kali aku memergoki dia sedang mengintip ke belahan dadaku ataupun pahaku. Tatapan matanya seolah olah menelanjangiku. Yang aneh, bukan merasa tersinggung atau marah, aku malah menyukainya menatapku.
Memang untuk ukuran tubuhku, payudaraku terkesan besar, dengan lingkar dada 34 dan cup D, ya benar D, sangat sulit bagiku untuk tidak menarik perhatian. Aku yang juga mempunyai rambut panjang dan tiga tindikan di telinga dan satu di hidung membuatku semakin terlihat menonjol.
Rambut yang hampir selalu ku kuncir kuda semakin jelas memperlihatkan pesonaku. Leherku yang jenjang, dadaku yang membusung padat dan kilau perhiasan di setiap lobang tidikanku. Di tempat fitness, di mall, di mana saja aku selalu bisa menarik perhatian banyak orang, terutama kaum adam.
Apalagi hampir seluruh baju yang kupunya berpotongan sexy. Jonny sendiri tidak pernah melarang aku berpakaian sexy. Dia justru semakin menyukainya, dia bahkan pernah bilang kepadaku kalo dia bangga punya istri yang sexy. Aku pun akhirnya terbawa dengan cara berpikirnya. Aku jadi merasa bangga jika tubuhku bisa menarik perhatian orang.
Tetapi, aku tetap setia kepada suamiku. Aku memang masih perawan ketika menikahi Jonny, dan aku bangga akan itu. Jonny akan selalu merayuku untuk mengoral penisnya yang selalu kutolak mentah mentah. Aneh memang, tapi aku tidak tau kenapa aku selalu merasa enggan memasukkan penis Jonny ke mulutku. Pernah juga sesekali dua kali dia meminta aku untuk bersedia melakukan anal seks, yang selalu berakhir dengan aku tersinggung.
Aku mempunyai beberapa sex toys yang kubeli di luar negri yang selalu menemaniku ketika suamiku tidak bisa memuaskanku. Jonny tidak mengerti akan hal itu. Egg vibrator adalah salah satu favoritku di antara beberapa mainanku. Tiap kali aku masturbasi, aku selalu membayangkan berhubungan seks dengan orang lain selain Jonny.
Pak Yanto adalah object imajinasiku yang paling sering sejak dia bekerja di sini. Hampir setiap hari aku masturbasi sambil membayangkan satpamku ketika suamiku tertidur.Aku membayangkan betapa panjang dan besarnya penis pak Yanto, dan bagaimana dia akan membuatku melayani nafsu seksnya ketika suamiku sedang tidak di rumah.
Di dalam fantasi seksku, aku selalu membayangkan duduk bersimpuh di depan pak Yanto dan aku membimbing penisnya dan menjejalkannya ke mulutku. Suatu hal yang selalu aku tolak ketika suamiku memintanya. Mukanya yang buruk dan giginya yang sedikit tongos serta perawakannya yang hitam dan besar selalu membuat pak Yanto menghiasi khayalanku. Selalu kubayangkan aku adalah seorang pelacur murahan yang sangat suka melayani pak Yanto.
Beberapa minggu setelah pak Yanto bekerja di tempat kami, Jonny harus pergi ke luar pulau untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku mengantarnya ke bandara, menunggu sampai dia tidak terlihat dan akhirnya akupun kembali pulang ke rumah. pukul 7 malam aku baru sampai di rumah.
Kupencet remote pagar dan aku parkir mobilku di dalam. Pak Yanto membukakan pintu mobilku, aku bisa merasakan tatapannya yang tajam. Memang saat itu aku memakai rok mini dan blouse yang berbelahan dada rendah. Walau aku tau pak Yanto bisa melihat kedalam bajuku saat aku hendak keluar dari mobil, aku tidak berusaha menutupinya.
Aku seakan bangga akan hal itu. Tak tau mengapa, aku bahkan tidak berusaha menutupi rokku saat aku keluar dari mobil. Dan aku tau jelas saat kaki kananku menginjak lantai, pak Yanto dengan jelas melihat g-string merahku. Darahku pun berdesir, aku bisa merasakan putingku mengeras.
Bukannya segera turun dari mobil, dengan santainya aku mencabut kunci mobil dan selama sekian detik itu, pandangan pak Yanto tidak pernah lepas dari g-stringku. Akupun masuk ke dalam, membiarkan pak Yanto mengawasi lenggak lenggok ku berjalan meninggalkan dia.
Di dalam kamar, aku sempat terheran heran dengan kejadian itu. Ada apa denganku ini, mengapa aku bertingkah seperti seorang wanita murahan. Belum pernah sekalipun aku merasa terangsang seperti ini. Aku meraba ke dalam g-stringku, basah. Aku pun melucuti baju yang kukenakan, dan masuk ke kamar mandi untuk berendam.
45 menit dengan cepat terlewati tanpa kusadari. Kukeringkan tubuhku dan akupun kemudian rebahan di atas tempat tidur. Pikiranku kembali ke saat di mana aku memberikan tontonan g stringku ke pak Yanto. Keinginan untuk kembali menggodanya semakin kuat kurasakan.
Semakin lama memikirkan itu, semakin basah aku rasakan di antara kakiku. Aku berjalan ke arah cermin, kuperhatikan kedua payudaraku yang membusung menantang dengan kedua putingnya yang berwarna merah kecoklatan. Kuremas remas pelan kedua payudaraku.
Aku mendesah ketika tanganku secara tidak sengaja mengenai putingku. Ketika tanganku turun ke arah memek ku yang hairless, kurasakan lendir melekat di jemariku. Kujulurkan lidahku, kuoleskan lendir itu ke cermin di depanku, tepat di daerah lidahku yang sedang menjulur.
Kutatap tajam tajam kedua mataku di depan cermin, “Dasar lu Perek Murahan!!” kataku kepada bayanganku di depan cermin sambil kuremas remas kedua payudaraku. Kurasakan sengatan listrik di sekujur tubuhku ketika aku mengatai diriku sendiri. Tidak tau mengapa aku sangat suka mengata ngatai diriku sendiri sebagai wanita murahan.
”Ahhh….” aku mendesah waktu kupencet keras kedua putingku. Kudekatkan mukaku ke depan cermin, tanpa rasa jijik, kujilat cairan vaginaku sendiri yang melekat di cermin. Tingkah gila yang kulakukan benar benar membuatku semakin terangsang. Kusambar sebatang lipstick merah terang dan kusapukan di bibirku. Keingingan untuk kembali menggoda pak Yanto kembali menerpaku.
Akupun mengendap endap turun sambil memakai mantel handuk berwarna putih, aku mengintip pos satpam dari celah pintu garasi. Aku cuma bisa melihat wajah pak Yanto yang tertidur. Akupun masuk ke dalam dan mengambil sebotol air dingin dan dengan pelan aku membuka pintu garasi.
Aku berjalan tanpa menimbulkan suara ke arah pos satpam, tapi betapa kagetnya aku ketika aku melihat bahwa pak Yanto tidak memakai celana dan semua kancing bajunya terbuka. Ternyata pak Yanto sedang tertidur, setelah masturbasi. Aku masih bisa melihat spermanya yang berceceran di lantai masih belom mengering. Bukannya memalingkan muka, aku malah bengong melihat besarnya batang yg tergantung di antara kakinya.
Bukan suatu hal yang lumrah bagiku melihat penis yang hitam, besar dan berurat. Jauh lebih besar dari penis suamiku.Tubuhnya yang hitam, perut dan dadanya yang terlihat keras, kumisnya yang tebal, dan jembutnya yang lebat membuatku semakin bingung harus berbuat apa. Aku tidak ingin berhenti melihat pemandangan yang tidak pernah kulihat sebelumnya, tetapi aku aku juga takut jika tiba tiba pak Yanto terbangun dan memergoki aku tengah melihatnya.
Tetapi, bukannya segera melangkahkan kakiku dan segera beranjak dari tempat itu, tanganku dengan sendirinya bergerak ke kedua buah dadaku. Sambil tetap melihat penis di hadapanku, aku mulai menyentuh diriku sendiri, kumainkan kedua putingku, kuremas remas payudaraku dari luar mantelku.
Akal sehatku menyuruhku kedua tanganku berhenti, tapi rangsangan demi rangsangan di payudaraku membuat akal sehatku kalah. Kutarik pelan tali yang mengikat mantelku, kubuka mantelku dan kulemparkan ke teras rumahku. Sekarang aku telanjang di depan seorang lelaki yang bukan suamiku. Angin malam menerpa tubuhku membuatku menggigil.
Aku berjalan pelan mencoba tidak mengeluarkan bunyi apapun. Kuamati penis hitam itu dengan seksama. Kepalanya yang hitam, dan batangnya yang panjang dan besar dan berurat, kedua buah pelir yang berukuran jumbo dan tergantung bebas, bulu jembutnya yang tebal seolah menunjukkan kejantanannya.
Ketika kulihat ke lantai, banyak sekali ceceran sperma yang tumpah di sana. Kuberanikan diri untuk masuk ke dalam pos satpam yang berukuran 1×2 meter itu. Kurasakan bau sperma yang menyengat. Kulihat tetesan keringat mengalir dari dada pak Yanto. Dengan pelan, aku berjongkok di hadapannya.
Wajahku menjadi sejajar dengan penisnya. Ketika kulihat dia masih tertidur, aku beranikan diri memegang kepala penisnya dengan ujung jariku. Ketika jariku menyentuh kepala penisnya, kulihat mata pak Yanto masih terpejam. Kudekatkan wajahku ke penis itu, kuhirup aroma sperma yang sangat menyengat. Ingin sekali kukecup pelan penis itu tapi segera kuurungkan niatku.
Pelan pelan kubuka lebar lebar kedua kakiku dan kugesek gesekkan telapak tanganku ke klitorisku. Tangan kiriku menyapu puting payudaraku dari kiri ke kanan. Kunikmati permainan kedua tanganku sambil memejamkan mata. Kutahan sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan suara rintihan.
Baru kali ini aku bertindak senekat ini. Rasa deg degan yang menyerangku membuatku semakin bersemangat. Beberapa kali aku harus sedikit membuka mataku untuk melihat ke wajah satpamku yang masih tertidur. Kubayangkan aku memberi satpamku itu oral sex yang belom pernah kulakukan kepada suamiku.
Beberapa waktu berlalu dan aku sampai di puncak orgasme ku. Kurasakan nafasku yang memburu, jantungku yang berdetak sangat kencang serta cairanku yang menetes di tanganku. Meskipun aku baru orgasme, aku masih sangat terangsang. Hasratku yang belom terpenuhi membuatku ingin sekali lagi melakukan masturbasi.
Dengan pelan kutinggalkan pos satpam itu, mengambil mantelku dan segera masuk ke rumah. Kubuka pintu kamar dan kucari dildoku yang berukuran agak besar sambil melepas mantelku lagi. Kucium dildo itu dan kuarahkan menuju vaginaku. “Aaahhhh” rasa nikmat mulai menjalari seluruh tubuhku ketika dildo itu menyentuh kugesek gesekkan ke memekku yang sudah basah.
Kuangkat dildo itu dan kumasukkan ke mulutku, kujilat jilat sambil kubayangkan penis pak Yanto. Ketika batang dildo itu sudah hampir seluruhnya kulumuri dengan ludahku, kubimbing dildo itu ke pintu masuk lubang kenikmatanku sementara kurebahkan tubuhku di atas kasur.
“Ogghhhhhkkkk……. Pak Yanto enak banget kontol bapak” kataku berfantasi sedang disetubuhi oleh pak Yanto sambil mendorong masuk seluruh dildo itu.
Kukeluar masukkan dildo itu pelan pelan sambil aku mendesah dan meracau. Aku mulai tenggelam dengan permainanku sendiri. Kupejamkan kedua mataku dan setelah beberapa saat, aku mulai berkata kata jorok membayangkan pak Yanto sedang menyetubuhiku. Aku meracau memohon kepada pak Yanto untuk menyetubuhi pelacurnya keras keras.
“Iya pak…….Aaahhhhhh saya mau keluar pak!!! Perek bapak mau keluar………..” Kataku agak keras.
“Enakan yang aslinya Bu” Tiba tiba ada suara dari depanku ketika aku sudah sangat dekat dengan orgasme.
Betapa kagetnya aku ketika aku membuka mataku dan melihat pak Yanto sedang merekamku masturbasi dengan handycam.
“Bapak, Se-sedang apa di sini??!!! Keluar pak!!! Keluar sekarang!!!” kataku sambil menutupi kedua payudaraku dengan tangan kananku dan daerah antara kakiku dengan tangan kiriku karena terkejut dengan kehadirannya. Tiba tiba aku seperti diserang gelombang listrik yang sangat dahsyat ketika gelombang orgasme mulai melandaku.
Pantatku mengangkat dan kedua kakiku mulai terbuka kembali. Kepalaku sedikit terdongak ke atas dan mulutku mendesah tertahan. Kulihat pak Yanto sedang merekam secara bergantian ke arah wajah dan vaginaku yang sedang tertusuk dildo.
“Enak ya bu masturbasi sambil bayangin saya? Aslinya lebih enak lagi bu. Dijamin bisa bikin ibu kelojotan!” katanya sambil memilin putingku membuatku semakin tersentak. Setelah orgasme itu reda, seluruh tulang dalam tubuhku seolah olah telah patah. Semua persendianku terasa copot satu persatu.
Aku sudah tidak mempunyai tenaga untuk menepis tangan pak Yanto yang menggantikan posisi dildoku. Dicelupkannya dua jemari tangannya ke dalam lubangku yang telah basah kuyup. Ketika jari itu ditarik keluar, pak Yanto memberi komentar tentang jemarinya yang basah oleh lendirku sambil dimain mainkannya jemari itu di depan handycamnya.
“Pak, to-tolong hapus rekaman itu pak!” kataku sambil menutupi tubuhku sekenanya.
“Rekaman yang mana bu? Yang tadi ibu masturbasi di pos atau yang baru saja?” ucapannya membuatku kaget.
“Ba-bapak merekam kejadian di pos?” tanyaku tidak percaya.
“Iya lah bu, dari pertama saya kerja di sini juga saya suka ngerekam ibu diam diam, tapi ya hari ini saya lagi beruntung aja bu, bisa ngerekam ibu lagi masturbasi di pos dan di sini” katanya sambil nyengir.
“Terus se-sekarang ba-bapak maunya apa? Saya bayar pak buat videonya, berapa yang bapak mau?” kataku bersikap tegar.
“Wah bu, berapapun uang yang ibu bayar ke saya, saya yakin masih lebih tinggi jika saya tawarkan ke pak Jonny, bener kan bu?” katanya masih dengan senyum licik.
Satpam kurang ajar, batinku dalam hati. Tapi memang salahku sendiri berani beraninya bermasturbasi di pos satpam di hadapan pak Yanto.
“Bapak maunya apa? Tolong pak jangan jual video itu ke suami saya” pintaku.
“Kalo ga boleh dijual trus saya dapat apa?” tanyanya sambil tersenyum makin lebar.
“Pak tolong pak, saya lakukan apa saja tapi tolong jangan sampai video itu tersebar pak” pintaku sambil memohon.
“Saya sih mau bu tidak menyebarkan video ini, tapi apa ibu mau menuruti perintah saya?” tanyanya penuh dengan ancaman.
“Ma- Maksud bapak?” tanyaku tidak mengerti.
“Ya contohnya kalo saya lagi pengen ngentotin ibu, ibu harus mau saya entotin kapan saja” katanya dengan santai.
“Ta-tapi pak, saya ini istri orang” kataku.
“Ya kan itu penawaran dari saya bu, kalo ibu ga mau ya kan ga apa apa. Saya juga tidak memaksa. Saya bisa jual ke orang lain kok bu” katanya membuatku shock.
“Jangan pak!” sergahku.
“Begini aja bu, kalo ibu masih bingung, saya kasih ibu waktu 15 menit untuk berpikir. Kalo sudah ibu pikir matang matang, ibu bisa cari saya di pos saya” katanya sambil mematikan handy cam nya dan berjalan ke arah pintu.
Ketika pak Yanto sudah tidak terlihat lagi, aku segera terduduk lemas. Kusadari dildo ku masih menancap dengan tenangnya di dalam vaginaku. Kucabut dildo itu pelan pelan dan kutaruh di lantai. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin video itu sampai jatuh ke tangan suamiku.
Tapi aku juga tidak mau kalau aku harus melayani nafsu duniawi satpamku. Aku benar benar dalam masalah besar. Akhirnya setelah kupikir pikir lagi, aku lebih memilih melayani satpamku daripada suamiku mengetahui kenakalanku.
Kusambar mantelku dan dengan agak tergesa gesa, aku menuruni anak tangga. Kulihat pintu garasiku masih terbuka. Kutarik nafas dalam dalam mencoba meyakinkan diri jika ini adalah jalan yang terbaik. Kulangkahkan kakiku menuju pos satpam yang terletak di ujung rumah. Kulihat pak Yanto tengah berdiri di ambang pintu pos dan terlihat senang melihatku berjalan ke arahnya.
“Gimana bu? Sudah ibu pikir baik baik?” tanyanya sambil mengarahkan handy cam itu ke wajahku.
“Sudah pak” kataku sambil menunduk malu.
“Jadi gimana bu? Boleh saya sebarkan video ini?” tanyanya.
“Jangan pak” sahutku.
“Lha trus gimana?” tanyanya pura pura bego.
“Sa-saya mau nurutin perintah bapak asal suami saya tidak tau ttg ini pak” kataku sambil menunduk.
“Semua perintah saya?” tanyanya.
“I-iya pak, semua” kataku tetap sambil menunduk.
“Kalo ibu menuruti perintah saya, ibu jadi budak saya dong? Emang ibu mau jadi budak saya?” tanyanya membuatku kaget setengah mati.
Budak??? pikirku. Aku jadi budaknya??? pikiran itu terus berkecamuk di otakku. Ada rasa jijik ketika mendengarnya mengatakan itu. Tapi ketika aku membayangkan penisnya yang hitam besar itu, rasa jijik itu perlahan lahan hilang dari pikiranku.
“Gimana bu? Ibu mau jadi budak saya?” tanyanya lagi.
“Ta-tapi pak, suami saya gimana?” pintaku.
“Ya ga gimana gimana toh bu. Ibu tetap layani saja suami ibu kayak biasa, tapi kalo suami ibu sedang tidak di rumah, ibu jadi milik saya. Gimana?” katanya sok diplomatis.
Aku hanya bisa mengangguk tanda setuju mendengar itu.
“Apa bu? Saya ga dengar” sahut pak Yanto.
“Iya pak, saya mau” kataku.
“Ayo bu, sekarang buka mantelnya” perintahnya.
Kubuka satu satunya tali pengikat yang ada di mantelku, pak Yanto segera membuangnya ke lantai. Kemudian pak Yanto mendekatkan kameranya ke wajahku. Ketika aku hendak menundukkan wajahku, pak Yanto segera menahannya daguku dengan tangannya dan mengangkat wajahku. Tanganku secara otomatis menutupi payudara dan vaginaku.
“Lipstick ibu tebel kayak perek di jalanan” katanya singkat.
“Lihat toketnya dong bu” perintahnya ketika dia menyorot kedua payudaraku yang kututupi dengan tanganku.
Dengan pelan kuturunkan tanganku dari payudaraku, tapi Pak Yanto segera menarik turun tanganku. Kedua payudaraku terpampang dengan bebas. Pak Yanto merekamnya dari berbagai sudut. Ditaruhnya kedua tanganku ke samping tubuhku, dan dia berkeliling memutariku sambil merekam setiap senti tubuhku.
“Baru kali ini saya lihat toket segede ini tapi ga melorot. Ini asli bu?” tanyanya.
“A-Aasli pak” kataku.
“Ooo… Emang beda ya perek rumahan sama perek jalanan. Bener ga?” pak Yanto bertanya sambil melihat mataku.
Karena aku tidak menjawab, pak Yanto membetot putingku dengan keras.
“Ahhh Ampun pak” kataku sambil menahan tangan pak Yanto.
“Oh ga bisu ternyata” sindirnya.
“Ikut saya!” perintahnya.
Segera kulangkahkan kakiku mengikutinya dari belakang. Pak Yanto yang masih berpakaian lengkap, mengambil mantelku dan berjalan masuk ke rumahku lewat pintu garasi. Ketika sampai di ruang keluarga, dia segera melemparkan mantelku ke tanah. Direbahkannya tubuhnya di sofa sambil tangannya memberi aku kode untuk duduk di karpet di depannya. Kulihat pak Yanto masih tersenyum senyum penuh kemenangan melihatku duduk bersimpuh di hadapannya.
“Buka celana saya!” perintahnya tegas.
Dengan berat hati, tanganku mulai membuka celana pak Yanto. Penis hitam itu segera muncul dari balik celananya. Setelah dua kali aku melihatnya dari jarak dekat, rasa kagum masih tersirat di mataku. Betapa hitam dan besarnya penis di depanku itu.
Kurasakan nafasku mulai memberat ketika aroma penis itu mulai menusuk hidungku. Bulu kemaluan yang menghiasi pangkal batangnya seperti hutan hitam yang sangat lebat. Kulihat kedua buah pelirnya yang besar ditumbuhi bulu bulu membuatku menelan ludah.
“Nunggu apa?” katanya menantang.
Kupegang batang itu dengan tanganku dan kurasakan temperatur batang itu yang lebih panas dari tanganku. Terlihat jelas kukuku yang selalu kurawat dengan manicure, kulit tanganku yang putih sangat kontras dengan batangnya yang hitam. Kukocok perlahan dan kulihat batang itu mulai membesar secara teratur.
Mulutku menganga ketika penis itu sudah membesar melebihi milik suamiku. Batang itu berdiri dengan keras, sungguh sangat besar. Kulihat di ujung penis itu ada setitik cairan bening. Kulihat juga ada otot otot yang menonjol di sekeliling batang penis itu. Ketika kukocok batang itu dengan tanganku, pak Yanto melepaskan rintihan tertahan.
Kucoba memegangnya dengan kedua tanganku. Setelah kedua tanganku melingkari penis itu, kulihat kepala penis itu tidak tergenggam olehku. Berbeda dengan milik suamiku yang hanya butuh satu kepalan tanganku.
Kulihat pak Yanto masih merekam setiap gerakanku. Menikmati mimik wajahku yang menyiratkan kekaguman. Ku elus pelan batangnya dari atas ke bawah dengan tanganku, kuraba dan kumainkan kedua pelirnya tanpa disuruh. Penis itu sungguh membuatku kagum dan aku yakin satpamku tau akan itu. Tanpa kusadari, aku mulai menggeleng gelengkan kepalaku dan mulai mengocoknya dengan teratur.
“Mulutmu belom pernah dimasuki kontol kan?” tanyanya.
“Be-belom Tu-Tuan” kataku gugup.
“Wah mulutnya masih perawan” katanya di dekat handy cam sembari tertawa.
“Sekarang bilang ke kamera kalo mulut kamu akan segera diperawani oleh kontol saya” katanya dengan senyum menungging.
Dipermalukan seperti itu membuat bulu tengkukku berdiri. Sambil tetap kupegang penis itu dengan tanganku, aku menatap ke kamera lekat lekat.
“Sebentar lagi, mulut saya akan segera diperawani oleh satpam saya” kataku kepada kamera itu.
“Kurang menantang, kurang lengkap, kurang senyuman dan kerlingan mata. Ulangi!!!” bentaknya.
“Ba-baik Tuan” jawabku tergugup.
“Sebentar lagi, mulut saya yang belom pernah dimasuki oleh kontol suami saya akan segera diperawani oleh kontol satpam saya” kataku dengan tersenyum di bagian akhir dan mengerlingkan mataku. Kurasakan angin dingin meniup punggung dan tengkukku.
“Cium kepalanya!”
Kuarahkan penis itu ke mulutku dengan tanganku. Kukecup pelan ujung kepalanya, dan kurasakan lendir yang tadinya berada di ujung penis itu segera berpindah ke bibirku.
“Keluarin lidahmu dan jilati dari bola naik ke kepala!”
Kukeluarkan lidahku, dan kudekatkan wajahku ke penis itu. Dengan jarak sedekat itu, aroma menusuk penis itu segera memenuhi hidungku. Kurasakan kedua putingku mengeras bersamaan lidahku menyentuh kulit keriput di buah pelirnya. Kurasakan rasa asin mulai menghinggapi lidahku. Kuangkat kepalaku ke atas dengan lidahku masih menempel di kulitnya hingga aku sampai ke ujung kepalanya.
“Salah!!! Perek Goblok!!!” Satu tamparan keras mendarat di pipiku. Tidak terlalu keras untuk membuatku terjatuh tapi kurasakan cukup panas di wajahku.
“Keluarkan lidahmu!!!” bentaknya sambil berdiri dan menjambak rambut belakangku.
Sekarang penis itu berada tepat di depanku. Bergoyang goyang di depan mataku. Menyebarkan aroma yang menusuk hidungku. Kujulurkan lidahku keluar dan dengan kasarnya ditariknya kepalaku sehingga buah pelirnya masuk ke dalam mulutku. Masih dengan lidah yang terjulur, ditekannya kepalaku ke penisnya dan ditariknya rambutku ke atas, membuat seluruh lidah dan mulutku merasakan rasa penisnya.
“Kayak gitu!!! Ulangi sendiri!!!” kembali dia membentakku sambil mengacungkan tangannya yang terbuka.
Kujulurkan lagi lidahku dan kuulangi menjilati buah pelir itu ke atas sampai ujung kepalanya.
“Pinter!!!” katanya sambil mengelus kepalaku.
Anehnya aku merasa sedikit bangga ketika pak Yanto memujiku. Kurasakan ludahku yang terasa asin memenuhi mulutku.
“Enak kan rasa kontol saya?” katanya dengan nada mengancam.
“E-Enak Tuan” kataku kesulitan dengan ludah yang memenuhi mulutku.
“Telan!” ujarnya pelan namun penuh otoritas.
Gluk! Gluk! Karena ada rasa jijik yang hinggap di hatiku, aku sedikit kesulitan menelan ludahku sendiri.
“Buka mulutmu!” katanya lagi setelah melihatku tenggorokanku bergerak gerak.
Kubuka mulutku dan kurasakan jarinya masuk ke dalam mulutku dan memain mainkan lidahku kututupkan bibirku dengan jarinya masih di mulutku.
“Perek saya ga ada yang meludah!!! Selalu telan!!! Ngerti?” tanyanya dengan mata melotot.
Dengan jarinya yang masih menyumpal mulutku, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.
“Pinter” katanya sambil menarik jarinya pelan pelan dan kembali duduk di sofa.
“Sekarang jilati kontol saya, dan masukkan ke dalam mulutmu dan sedot sekuat tenaga! Saya ingin kamu pikir pakai otak kamu sendiri gimana caranya muasin saya dengan mulutmu! Bisa kan?” pertanyaan itu kujawab dengan anggukan.
Ketika tanganku meraih penis itu dan mengarahkannya ke mulutku, pak Yanto segera menepis tanganku dan menaruh kedua tanganku di belakangku. Aku mengerti apa yang diinginkannya. Kukecup pelan buah pelirnya satu persatu dan kujilati batang penisnya seakan akan aku sedang menjilati es krim.
Ketika lidahku sampai di ujung penisnya, kukecup kepalanya dan kutekan kepalaku kebawah. Penis itu segera menyeruak masuk ke dalam mulutku. Kunaik turunkan kepalaku secara perlahan memberika kenikmatan kepada sang pemilik batang itu. Kucoba memasukkan seluruh penis itu ke dalam mulutku, tapi aku hanya bisa memasukkan kurang lebih setengah dari keseluruhan panjangnya. Pak Yanto terus mendesah nikmat sambil mengarahkan kameranya ke wajahku.
Dihentikannya gerakan kepalaku yang maju mundur dengan dijambaknya rambutku. Kutatap kedua matanya yang mengisyaratkan sedikit ketidakpuasan. Ditekannya kepalaku kuat kuat hingga penisnya menekan nekan tenggorokanku, membuatku serasa ingin muntah. Air liurku segera menetes ke luar turun ke buah pelir pak Yanto.
Kedua tanganku mencoba mendorong tubuhku menjauh, tetapi pak Yanto semakin kuat menahan kepalaku dan menyodokkan penisnya lebih keras. Pak Yanto tau aku sudah kesulitan bernafas saat kedua bola mataku melotot meminta ampun. Ditariknya penis itu dari mulutku dan kulihat banyak sekali lendir mulutku yang menempel di sekitarnya.
Dengan nafas yang tersenggal senggal, dan rasa penis memenuhi mulutku, rasa mual kembali menderaku. Kucoba menarik nafas dalam dalam untuk mengurangi rasa mual, tapi ketika aku menelan liurku, rasa mual kembali menerpaku.
Dijambaknya rambutku dan dimasukkannya pelirnya ke dalam mulutku. Kemudian ditampar tamparkannya penis itu ke wajahku. Aku merasakan basah di wajahku yang terkena pukulan itu. “Yang rileks tenggorokannya” katanya pelan.
Dibimbingnya kepala penis itu masuk ke dalam mulutku dan dimasukkannya penis itu pelan pelan hingga menyentuh ujung mulutku.
“Rileks, rileks” katanya lagi.
Kucoba untuk tidak melawan dan memejamkan mataku. Segera kurasakan penis itu menerobos masuk ke tenggorokanku. Membuatku kaget dan merinding. Hidungku menyentuh perutnya dan bulu jembutnya seakan akan menggelitik wajahku. Ditariknya penis itu memberiku kesempatan bernafas dan kemudian ditusukkannya lagi ke dalam mulutku. Hal itu berulang ulang terus selama beberapa menit.
“Apa ibu tau jika ibu ini mempunyai bakat untuk memuaskan banyak lelaki? Ibu adalah wanita pertama yang mampu menelan seluruh kontol saya di hari pertama.” katanya dengan penisnya masih tertancap di tenggorokanku.
Ditariknya penis itu dan dielus elusnya kepalaku. Dimasukkannya kepala penis itu ke mulutku lagi dan menyuruhku menghisap penis itu kuat kuat. Ada perasaan aneh dan menyenangkan ketika kuhisap penis itu sampai kedua pipiku tertarik ke dalam. Kurasakan vaginaku mulai basah dan berdenyut denyut.
Tidak kusangka sangka, aku mengalami orgasme kecil ketika sedang mengoral penisnya. Aku melepaskan desahan tertahan, tapi cukup jelas untuk menunjukkan aku sedang mengalami orgasme. Ditariknya penis itu dari mulutku dan dipukulkannya ke wajahku yang sedang merem melek.
“Perek!” ujarnya menyindirku sambil mengocok penisnya di depan wajahku.
Setelah orgasme ku mulai mereda, kuarahkan wajahku dan tanpa perlu dikomando, aku menjilati buah pelir pak Yanto dan mulai mengulumnya. Kuhisap kuat kuat secara bergantian kedua bola itu sementara pak Yanto semakin cepat mengocok penisnya.
“Buka mulutmu lebar-lebar!”ujarnya sambil mengerang.
Kubuka mulutku dan pak Yanto segera memasukkan kepala penisnya ke dalam mulutku dengan tetap mengocok batangnya lebih cepat. Dengan sedikit mengerang, aku bisa merasakan tubuh pak Yanto yang sedikit mengejang. Kurasakan beberapa kali penis pak Yanto menyemprotkan lahar putih kental ke dalam mulutku.
Rasa asin yang mendominasi segera merebak memenuhi setiap tempat mulutku. Kuatupkan kedua bibirku menutup kepala penisnya yang sedang ejakulasi. Tak kuduga duga, secara tiba tiba aku diserang gelombang orgasme lagi yang lebih besar. Aku mengerang dan mengejang secara tertahan.
Ditariknya secara perlahan penis itu sampai terlepas dari katupan bibirku. Kurasakan sperma itu berkumpul di dalam mulutku. Sangat kental, asin dan ada rasa gurih.
“Buka mulutmu, awas jangan ada yang tumpah!” katanya sambil menyorotkan kameranya ke mulutku.
Kubuka mulutku dan kutunjukkan sperma yang bercampur ludahku. Jari pak Yanto segera masuk ke dalam mulutku dan mengobok obok mulutku yang terbuka lebar. Kemudian ditariknya jari itu dan dioleskannya lendir yang menempel di jarinya ke wajahku sampai bersih.
“Telan!”
Tanpa perasaan tertekan kutelan sperma pak Yanto yang terasa lengket di tenggorokanku sambil menutup mataku. Karena lengket sekali, aku bisa merasakan sperma itu sudah masuk seluruhnya setelah beberapa kali aku menelan ludah.
“Peju saya enak kan?” katanya sambil tersenyum.
“Enak Tuan” jawabku sambil mengelap mulutku dengan tanganku.
“Terima kasihnya mana?” sindirnya.
“Terima kasih Tuan untuk pejunya” kataku meskipun aku merinding mendengarnya.
“Bagus, itu baru namanya perek pinter” katanya lagi sambil mengelus kepalaku.
“Kamu cium suamimu pake mulut itu?” katanya tiba tiba “Mulai sekarang mulut kamu itu punya fungsi lain. Tau fungsinya apa?”
“I-iya Tuan, saya tau” kataku.
“Apa?!?! Perek” bentaknya.
“Mu-mulut saya ini untuk, untuk menghisap kontol” kataku tak percaya dengan ucapanku.
“Bukan kontol suami kamu kan?” tanyanya menghinaku.
“Bukan kontol suami saya Tuan” kataku lagi.
“Bagus!!! Sekarang siap kan merasakan kontol saya di memekmu?” kembali dia bertanya sambil mengelus pipiku.
Masih belom puaskah orang ini? Tanyaku dalam hati. Kulihat penisnya masih berdiri tegak setelah menumpahkan lahar yang begitu banyak. Rasa kagumku semakin bertambah. Ditaruhnya handy cam itu dan kemudian diangkatnya tubuhku dan ditidurkannya aku di sofa. Dibuka lebar kedua kakiku dan diposisikannya kepala penis itu di antara kedua kakiku. Dipegangnya batang itu dan disapukannya kepalanya ke bibir vaginaku membuatku mendesah.
Dengan sekali hentakan, kepala penis itu telah amblas masuk ke dalam memekku. Kurasakan batang besar itu seperti hendak merobek memekku. Kugigit bibir bawahku menahan sakit, dan pak Yanto dengan pelan mendesak penis itu semakin masuk ke liang surgaku.
“Seret!” ujarnya meracau “Beda sama perek di jalanan. Kontolku serasa dipijat pijat….. Emang bakat jadi perek!”
Hatiku berdesir mendengar aku disamakan dengan penjaja cinta di pinggir jalan. Terbesit rasa malu tapi aku semakin terangsang mendengar pelecehan itu.
“Oohh pak, pelan pelan pak, punya bapak besar banget” kataku memohon.
Tanpa menghiraukanku, pak Yanto segera mendorong seluruh batang itu hingga tenggelam ke dalam memekku. Mataku mendelik kaget saat rasa sakit menerjang tubuhku.
“Paaaak ampun, pak!!!” teriakku.
Dicabutnya penis itu sampai terlepas dari vaginaku. Nafasku mulai tersenggal , tapi belom sempat aku menarik nafas lagi, dengan keras, pak Yanto segera menghujamkan penisnya ke dalam lubang kenikmatanku lagi.
“Oogghhhhh pak!” kurasakan rasa nikmat bercampur sakit ketika penis itu menghujam memekku untuk kedua kalinya.
Kejadian itu diulanginya beberapa kali sampai kemaluanku menjadi sangat sangat basah. Kemudian, ditancapkannya penis itu dalam dalam dan dibiarkannya di sana.
“Enak kan kontol satpam atau kontol suami kamu?” tanyanya.
“Enakan kontol bapak” jawabku asal dengan mata terpejam.
“Perek pinter.” Sekali lagi dielusnya kepalaku dan sekali lagi kurasakan kebanggaan di diriku.
Digoyangnya pelan batang itu membuatku merem melek sambil mendesah perlahan. Memekku terasa sangat penuh, dan setiap dorongan penis itu membuat bibir vaginaku ikut terdorong masuk. Hal ini belom pernah terjadi saat aku melayani suamiku. Tanpa sadar, kedua tanganku bergerak ke kedua putingku dan memain mainkannya.
Kupilin pilin kedua putingku sambil kutarik tarik saat pak Yanto menusuk nusuk pelan liang senggamaku. Desahanku semakin keras ketika pak Yanto secara tiba tiba menggenjotku dengan keras.
“Ohh…..Pak….. entot saya pak……. iya pak….. terus pak entot saya” racauku.
“Memekmu sempit. Jarang dipake ya sama suami?” tanyanya.
“Kon-Kontol bapak besarrrr……..” jawabku.
Ditepisnya kedua tanganku dan diraihnya kedua putingku dengan jemari jemarinya. Dipencetnya putingku keras keras sambil dipilinnya dan ditarik tarik.
“Oohhh pakk…… Terus pak masukin kontol bapak ke memek saya pak!!” kataku sambil tanganku menyodorkan kedua payudaraku ke atas seakan akan mengijinkan pak Yanto berbuat apapun terhadap keduanya.
Ketika aku sudah berada di ujung kenikmatan sekali lagi, tanganku membuka kakiku lebih lebar dan menahannya terbuka. Tapi pak Yanto yang melihatnya malah hanya tersenyum lebar dan menghentikan tusukannya. Aku yang sudah gelap mata segera memaju mundurkan pinggulku mencari sela sela kenikmatan.
“Katanya tadi ga mau selingkuh?” pertanyaan nya mengejekku “Udah ke enakan malah goyang sendiri”
“Kontol bapak enak” kataku. Meskipun diejek seperti itu, aku tidak menghentikan gerakan memaju mundurkan pinggulku. Aku benar benar sudah gelap mata.
“Dasar lu perek murahan!!!” umpatnya.
“Iya pak…… Ooohhhhhh………. Saya perek murahan…… Saya pelacur…… Entot memek saya sekarang pak” kataku sudah tidak bisa menahan nafsu.
Ditancapkannya penis itu dalam dalam yang langsung membuatku seperti di awang awang. Kurasakan dinding vaginaku berdenyut denyut memijat penis itu dan cairanku keluar seperti banjir bandang. Dihisapnya puting kananku kuat kuat yang kusambut dengan memeluk kepalanya dan menekannya ke payudaraku. Dihisapnya secara gantian kedua putingku membuatku semakin larut ke dalam orgasmeku.
Ketika orgasmeku mereda, dicabutnya penis itu dan diarahkannya ke mulutku. Kulihat banyak sekali lendirku yang menempel di penis itu membuatnya terlihat berkilau diterpa sinar lampu. Tanpa disuruh oleh pak Yanto, kubuka mulutku dan kuhisap batang yang telah memberiku kenikmatan dan tanpa ragu ragu kusapukan lidahku ke penis itu seakan akan hendak membersihkannya.
Pak Yanto mengelus elus lagi kepalaku. Sekali lagi aku merasa sangat bangga, aku tidak mengerti mengapa aku sangat menyukainya jika pak Yanto memujiku.
Dibaliknya tubuhku dan dibukanya kakiku lebar lebar. Bagian atas tubuhku diletakkan di sandaran kursi. Kurasakan penis pak Yanto sudah siap di depan lubang surga ku. Dengan satu hentakan keras, penis itu segera menerobos memekku yang masih basah. Nikmat sekali rasanya ketika ujung penisnya terasa menyentuh rahimku.
“Ohh….. Mantap nih memek” ujarnya pelan.
Dihujam hujamkannya penis itu dengan kasar seolah olah sedang meluapkan amarahnya kepadaku. Aku menikmati setiap hujaman penis itu. Ditariknya segenggam rambutku dengan kasar sambil ditusukkannya penis itu dalam dalam di memekku. Aku mengerang penuh dengan kenikmatan sambil mendorong pantatku ke arah pak Yanto.
Dilepaskannya jambakan rambutku dan tiba tiba pak Yanto menampar kedua pantatku dengan keras secara bergantian. Kurasakan pantatku memanas akibat tamparan tamparannya. Namun itu membuat libidoku semakin meningi. Kulepaskan jeritan manja setiap kali telapak tangannya mendarat di pantatku.
Setelah puas menampar pantatku, dijambaknya rambutku ke belakang dengan keras sampai tubuhku terangkat dari kursi sementara penisnya masih terbenam di memekku. Kedua tanganku memegang kedua payudaraku dan memain mainkan putingku. Aku benar benar sudah berubah menjadi perempuan binal.
Aku sudah tidak perduli lagi dengan apa yang akan kuperbuat. Penis hitam pak Yanto yang perkasa sudah mengubah hidupku. Aku tau aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kepuasan ini.
Mulut pak Yanto mendekat ke telingaku, dijilatinya daerah belakang telingaku dan diciuminya leherku. Aku semakin menjadi, kuturunkan tangan kananku dan kumainkan clitorisku. Mulutku menganga lebar.
“Mau kan melayani bapak kapan saja bapak mau?”bisiknya di telingaku.
“Mau pak…… Entot saya kapan pun bapak mau” kataku setengah berteriak.
Tanpa kata kata, ditariknya penis itu dan dihujam hujamkannya lagi ke liang senggamaku. Semakin lama semakin cepat, semakin kasar. Kursiku bergoyang goyang menandakan tidak kuat menahan beban tubuh kami berdua. Tiba tiba dengan kasarnya diremasnya kedua payudaraku dan kurasakan sperma pak Yanto yang terasa hangat menyembur dengan derasnya di dalam vaginaku.
Ketika semburan itu belom berhenti, dinding vaginaku berdenyut dengan kencang menandakan aku kembali dilanda orgasme untuk yang kesekian kali pada malam hari ini.
“Ohhhhhhh……hohhhhhh……… DASAR PEREK” teriaknya kencang sambil meremas payudaraku dengan keras.
“IYA PAK!!! SAYA PEREK!!! KONTOL BAPAK ENAK!!!!” balasku tidak mau kalah.
Tubuh kami mengejang bersamaan. Kurasakan keringatku sudah mengalir seperti sungai sedangkan tubuh pak Yanto yang juga bermandikan peluh bergetar merasakan orgasme nya. Dilepaskannya jambakan rambutku membuat tubuhku langsung rebah ke sandaran kursi. Kurasakan tubuhku sudah sangat lemas dan nafasku memburu.
Kurasakan pak Yanto menarik lepas penisnya dari vaginaku dan berjalan memutar menghampiri kepalaku. Disodorkannya penis itu ke wajahku, dan tanpa disuruh lagi, segera kubuka mulutku dan kunikmati mengulum penis itu. Kubersihkan penis itu dari lendir lendir yang menempel.
Kujilati setiap centi penis itu dan tidak lupa kukecup kepala penis itu sebagai ucapan terima kasihku. Pak Yanto yang melihat itu pun tersenyum kegirangan. Ditepuk tepukannya telapak tangannya ke kepalaku dan dielusnya kepalaku”
“Ga nyesal kan jadi budak bapak” tanyanya ketika aku mengecup penisnya.
Aku hanya menggelengkan kepala dengan lemas. Tak kusangka, libidoku terpuaskan oleh penis satpamku. Kurasakan ada cairan mulai mengalir turun ke paha dalamku. Dengan perasaan malas, aku segera bangkit dan berjalan menuju kamar mandi yang segera diikuti oleh pak Yanto.
Di dalam kamar mandi, aku segera berjongkok di toilet dan kulihat sperma itu menetes turun. Kutengadahkan kepalaku dan kulihat pak Yanto yang tersenyum kepadaku. Kubalas senyuman itu dan kuangkat tubuhku berdiri di samping pak Yanto.
Digandengnya tanganku menuju ke shower yang segera kunyalakan. Layaknya seorang istri, aku segera membantu pak Yanto untuk mandi. Seperti seorang pelacur, kutuangkan sabun ke dadaku dan kemudian kugerakkan payudaraku ke seluruh tubuh pak Yanto. Kusabuni dadanya yang tegap dan terus turun ke kemaluannya yang menggantung.
Kuhimpit penis itu dengan payudaraku dan mengurutnya pelan, dan tidak lupa kuberi perhatian ke kedua buah pelirnya yang menggantung dengan bebas dengan tanganku.
Payudaraku kugerakkan turun ke arah kedua pahanya. Akhirnya aku berjongkok di hadapannya dan kugerakkan payudaraku naik turun untuk memberikan sabun ke kedua kakinya. Tidak lupa kuberi perhatian kepada punggung dan tangannya.
Aku heran dengan tingkahku sendiri, aku bahkan tanpa rasa jijik memasukkan tanganku ke antara pantatnya untuk membersihkan tempat itu. Dipilinnya kedua puting payudaraku setelah badan kami penuh dengan busa. Aku hanya tersenyum ketika pak Yanto melakukan itu. Ditariknya tubuhku ke bawah pancuran air dan segera membasuh tubuh kami.
Setelah seluruh busa pada tubuh kami hilang, kuputar kran air ke posisi off. Kuambil handuk yang biasanya kupakai, dan kukeringkan tubuh pak Yanto dulu dan kemudian tubuhku. Dituntunnya aku keluar kamar mandi setelah kuletakkan handuk kembali ke tempatnya.
Pak Yanto melemparkan pakaiannya ke arahku dan kemudian duduk di sofa. Kupakaikan baju pak Yanto, dan sebelom aku sempat memakaikan celananya, telepon rumahku berbunyi.
“Kringggg” pak Yanto segera menyuruhku mengangkat telpon itu yang dengan langsung kurespon.
“Halo” kataku.
“Halo, belom tidur say” tanya suamiku.
“Oh, belom ko” kataku senormal mungkin.
“Ya udah jangan tidur malem malem, apalagi tiap pagi kamu jogging. Kecapekan malah sakit” ujarnya penuh perhatian.
“Oh iya ko, kapan pulang?” tanyaku dengan perasaan bersalah.
“Paling cepat sih 1 minggu kayaknya” ujarnya lagi.
“Kok lama?” kataku sudah tidak bisa konsentrasi karena air mataku mulai merembes ke pipiku.
“Iya nih banyak kerjaannya. Rumah gimana? Aman kan dijaga pak Yanto?” pertanyaanya membuat nafasku sesak.
“A-Aman kok ko” kataku singkat.
“Kalo butuh apa aja, minta bantuan pak Yanto aja, ga perlu malu” katanya membuatku seperti tertohok.
“Iya ko” kurasakan air mataku masih mengalir di kedua pipiku.
“Ya udah, cepet tidur, biar ga sakit” katanya penuh perhatian.
“Iya ko, Koko juga hati hati di sana” kataku lagi.
“Bye” katanya sambil mengakhiri percakapan.
Kututup gagang telpon itu dan aku langsung menangis sesenggukan dan perasaan bersalah menghantuiku. Aku memandang pak Yanto yang berjalan mendekat kepadaku. Penisnya yang masih lunglai itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Diusapnya air mataku yang menetes di kedua pipiku dan aku hanya diam saja.
“Sudahlah bu, ga usah ngerasa bersalah” katanya membela diri “Saya yakin pak Jonny juga pasti main cewek di luaran.”
“Maksud bapak suami saya selingkuh?” tanyaku tidak percaya.
“Ya namanya juga lelaki bu” ucapnya enteng.
“Tidak mungkin pak. Suami saya tidak mungkin selingkuh” kataku berapi api.
“Kalo sampai suami ibu selingkuh di belakang ibu gimana?” tantangnya.
“Bapak jangan menuduh suami saya sembarangan ya!!” ucapku sambil marah.
“Apa ibu menuduh saya berbohong?” tanyanya dengan nada mengancam “Jika saya bisa buktikan pak Jonny selingkuh di belakang ibu, ibu bisa kasih saya apa?”
“Tidak mungkin pak” kataku masih bertahan.
“Apa ibu marah jika suami ibu selingkuh?”
“Iya pak tapi suami saya tidak akan selingkuh” kataku masih ngeyel.
“Tidak mungkin ya bu?” tanyanya sambil mendengus.
Diambilnya handy camnya dan dipencet pencetnya beberapa tombol. Kemudian dengan senyum menungging, pak Yanto menunjukkan foto suamiku sedang menggandeng seorang wanita pribumi dengan dandanan menor berjalan masuk ke sebuah hotel. Bukan cuma satu foto, melainkan ada banyak sekali foto itu dengan beberapa wanita berbeda.
Bahkan aku melihat ada seorang wanita yang sedikit lebih tua dariku yang terfoto paling banyak dengan baju berbeda. Sungguh kenyataan yang sangat pahit.
“Ini yang ketauan sama saya bu di dalam kota. Kalo di luar kota ya saya ga tau lagi” katanya.
Aku masih sulit mencerna kenyataan ini. Aku selalu merasa suamiku orang yang sangat setia kepadaku. Tapi aku tidak menyangka sudah begitu banyak wanita yang ditidurinya. Amarahku mencapai ubun ubun. Ingin sekali aku memukulnya ketika dia pulang, tapi aku lebih ingin membalasnya. Hatiku benar benar sakit dikhianatinya.
“Pak, tolong rekam saya” kataku kepada pak Yanto yang sedikit kebingungan dengan maksudku.
Dinyalakannya handy cam itu dan disorotnya ke wajahku. Kuingat ingat lagi tentang perselingkuhan suamiku dengan begitu banyak wanita membuat aku semakin berani.
“Halo, saya Diane Wong. Suami saya, Jonny, tidak bisa memuaskan birahi sex saya karena kontolnya terlalu kecil. Jadi saya minta tolong kepada satpam saya yang mempunyai kontol jauh lebih besar dari miliknya. Enak sekali kontolnya. Jauh lebih enak dari kontol suami saya.
Saya merekam video ini hanya untuk bukti bahwa mulai hari ini, saya akan menjadi budak satpam saya, pak Yanto, tanpa paksaan dari siapapun. Saya akan menuruti semua perintahnya, dan akan selalu memberinya prioritas lebih dulu dari suami saya. Saya akan memberikan tubuh saya untuk memberikan kepuasan kepada majikan saya.
Saya menyerahkan seluruhnya tubuh ini untuk digunakan pemilik saya sebagai apapun yang dianggapnya benar. Dan saya akan dengan senang hati belajar untuk menjadi seorang budak yang baik.” Aku mengucapkan itu dengan senyuman nakal dan kerlingan mata.
Tidak ketinggalan kumainkan lidahku ke kiri dan ke kanan untuk memberikan suatu kesan nakal. Tidak lupa di akhir video, kuperlihatkan aku sedang mengecup kepala penis pak Yanto dan mengucapkan terima kasih atas kenikmatan yang diberikannya.
“Bagus banget!!!” kata pak Yanto sambil mengacungkan jempol.
“Sudah siap menjadi budak saya?” tanyanya.
“Sudah Tuan” kataku sambil tersenyum.
“Ayo naik ke kamar ibu dan saya akan memilihkan baju yang cocok buat makan malam kita bu” katanya sambil tersenyum mesum.
“Baik Tuan” kataku sambil tersenyum manis dan tanpa malu malu menggandeng tangannya dan menariknya menaiki tangga menuju kamar tidurku.